Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari
norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan
merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
- Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
- Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
- Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
- Teman sebaya yang kurang baik
- Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Jenis – Jenis
Kenakalan Remaja :
1.
Seks Bebas
Seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan
diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi. Secara
sosio-psikologis, akses informasi tentang seks bagi remaja sekarang lebih
gampang didapatkan. Berita, gambar, video, peristiwa, cerita semuanya tersaji
tanpa bisa disembunyikan. Masyarakat sendiri hidup dalam dua dunia kealiman dan
kemunafikan. Kealiman dibuktikan dengan himbauan dan larangan melakukan
hubungan seks sebelum pernikahan. Namun, semua sarana yang mendorong
seks dilakukan oleh remaja tersedia tanpa batasan.
Berbicara tentang seks, jika
di kota besar
seks dilakukan remaja di kost-kostan, motel, penginapan, kendaraan, di
desa-desa dan kampong dilakukan di kebun dan hutan. Tak ada perbedaan sejak
zaman dulu dan sekarang soal remaja dan seks selalu sama pada setiap zaman.
Faktor yang mempengaruhi seks bebas :
1. Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
2. Semakin terbukanya peluang pergaulan
bebas; setara dengan kuantitas pengetahuan sosial dan kelompok pertemanan
3. Kekosongan aktivitas-aktivitas fisik dan
rasio dalam kehidupansehari-hari
4. Sensitifitas penyerapan dan penghayatan
terhadap struktur pergaulan dan seks bebas relatif tinggi
5. Rendahnya konsistensi pewarisan contoh
perilaku tokoh-tokoh masyarakat dan lembaga-lembaga
sosial yang berwenang
6. Rendahnya keperdulian dan kontrol sosial
masyarakat
7. Adanya kemudahan dalam mengantisipasi
resiko kehamilan
8. Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan
dan resiko penyakit berbahaya
9. Sikap perilaku dan busana yang mengundang
desakan seks
10. Kesepian,
berpisah dengan pasangan terlalu lama, atau karena keinginan untuk menikmati
sensasi seks di luar rutinitas rumah tangga
11. Tersedianya
lokalisasi atau legalitas pekerja seks
Bahaya Seks Bebas
1. SIFILIS
2. GONORE
3. HERPES GENITALIS
4. HIV/AIDS
2.
Rokok
Alasan Remaja Menyukai Rokok :
·
Pergaulan
Inilah
Faktor yang sangat berpengaruh dan paling vital. Banyak sekali remaja smp
maupun sma yang mulai merokok ketika diajak oleh teman-temannya untuk merokok dan
pergaulan remaja jaman sekarang pasti tidak bisa dikontrol oleh orang tua dan
kita sebagai remaja yang sedang mencari jati diri kita jangan sampai kita
terbawa oleh pergaulan yang negatif.
·
Bisa ngilangin stress
Alasan yang
tidak masuk akal menurut para remaja adalah, menghisap rokok bisa menghilangkan
stress yang ada didalam pikiran.
·
Iklan
Iklan
adalah media promosi yang paling efektif untuk mencari konsumen dan banyak
sekali para remaja yang mulai merokok dikarenakan iklan.
Bahaya Merokok :
·
Perokok mempunyai fungsi paru-paru yang lebih rendah dibandingkan mereka yang
bukan perokok
·
Merokok mengurangi pertumbuham paru-paru
·
Penyakit jantung dan
struk dapat terjadi pada remaja yang merokok
·
Merokok dapat
menurunkan daya tahan tubuh para remaja
·
Secara rata-rata,
orang yang merokok 1 bungkus atau lebih setiap harinya berkurang hidupnya selam
7 tahun dibandingkan orang yang tidak merokok
·
Merokok sejak usia dini akan meningkatkan resiko untuk terkena kanker
paru-paru.
3.
Narkoba
NARKOBA atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat
mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan
perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang
termasuk dalam NAPZA, yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi
tugas dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya
pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik,
tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut. Peran
orang tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar
bagi pencegahan penaggulangan terhadap NAPZA.
Narkotika menurut UU RI No 22 /
1997, Narkotika, yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
PENYEBABNYA
SANGATLAH KOMPLEKS AKIBAT INTERAKSI BERBAGAI FAKTOR
1. Faktor
individual
Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja
sedang mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat.
Ciri-ciri remaja yang mempunyai resiko lebih besar menggunakan NAPZA, seperti
kurang percaya diri, mudah kecewa, agresif, murung, pemalu, pendiam dan
sebagainya.
2. Faktor
Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan
pergaulan kurang baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat,
seperti komunikasi orang tua dan anak kurang baik, orang tua yang bercerai,
kawin lagi, orang tua terlampau sibuk, acuh, orang tua otoriter dan sebagainya.
Faktor-faktor tersebut di atas memang tidak selalu
membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi, makin banyak
faktor-faktor di atas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna
NAPZA.
GEJALA KLINIS
PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. Perubahan
Fisik
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara
pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif. Bila terjadi kelebihan
dosis (Overdosis) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba
dingin, bahkan meninggal. Saat sedang ketagihan (Sakau) : mata merah, hidung
berair, menguap terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang,
kesadaran menurun. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak
perduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada
lengan.
2. Perubahan
sikap dan perilaku
Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering
membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab. Pola tidur berubah, bergadang,
sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas atau tempat kerja. Sering
berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin. Sering
mengurung diri, berlama-lama di kamar mandi, menghidar bertemu dengan anggota
keluarga yang lain.
Sering mendapat telpon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh anggota
keluarga yang lain. Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan,
tapi tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik
sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan
polisi. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar,
bermusuhan, pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.
UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
Upaya pencegahan meliputi 3 hal : mengenali remaja resiko tinggi
penyalahgunaan NAPZA dan melakukan intervensi. Upaya ini terutama dilakukan
untuk mengenali remaja yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan
NAPZA, setelah itu melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan
NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang
dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
Komunikasi dua arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan
menghormati pendapat anak. Memperkuat kehidupan beragama. Yang diutamakan bukan
hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam
agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua memahami masalah
penyalahgunaan NAPZA agar dapat berdiskusi dengan anak.
4.
Tawuran
Perkelahian, atau yang sering
disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga
sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi
adalah hal yang wajar pada remaja.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan
Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro
Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat
menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus
dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998
ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun
berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke
tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat
dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan
banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian
pelajar.
1. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang
terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami
cedera atau bahkan tewas.
2.
Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan
fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.
3.
Ketiga,
terganggunya proses belajar di sekolah.
4.
Terakhir,
mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya
penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang
lain. Para pelajar itu belajar bahwa
kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan
karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang
terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan
hidup bermasyarakat di Indonesia.
PANDANGAN UMUM TERHADAP PENYEBAB PERKELAHIAN PELAJAR
Sering dituduhkan, pelajar
yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan
ekonomi yang lemah. Data di Jakarta
tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77
di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya,
yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari
keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan
lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan
pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan
kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah
sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks,
meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam
arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya
seperti angkutan umum dan tata kota.
Secara psikologis, perkelahian
yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk
kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat
digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada
delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang
“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat
adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada
delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai
anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh
kelompoknya.
TINJAUAN PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR
Dalam pandangan psikologi,
setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu
(sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal.
Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya
4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1. Faktor internal.
Remaja yang terlibat
perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan
yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan,
budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama
makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap
orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk
mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya.
Mereka biasanya mudah putus
asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada
setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan
masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami
konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap
perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka
biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2. Faktor keluarga.
Rumah tangga yang dipenuhi
kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak.
Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari
dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula.
Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan
tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan
identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan
menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari
identitas yang dibangunnya.
3. Faktor sekolah.
Sekolah pertama-tama bukan
dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi
sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu,
lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya
suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran,
tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang
melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu
masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting.
Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta
sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau
dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4. Faktor
lingkungan.
Lingkungan di antara rumah dan
sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya
perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota
lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana
transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang
penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu
dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung
untuk munculnya perilaku berkelahi.
Hal-hal yang bisa dilakukan/ cara mengatasi kenakalan remaja:
- Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
- Perlunya pembelajaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti pendidikan ibadah, pembinaan akhlak dan rutinitas ibadah.
- Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
- Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
- Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
- Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
- Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Contohnya: kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut. Namun dalam masalah ibadah, tentu saja perlu ada pemaksaan.
- Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone, jejaring sosial dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar