Jumat, 05 Oktober 2012

Batasan Usia Remaja




Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.  Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun.

Pengertian Remaja Menurut Para Ahli



Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992. Masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.

Fase Remaja




Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat erupakan the best of time and the worst of time.

Berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja : 
                Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif.Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental.

               Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
 
             G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).

Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th).
Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi si remaja. pabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.

Ciri-Ciri Masa Remaja




1. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu peralihan dari masa kanak-kanak ke peralihan masa dewasa.

2. Masa remaja sebagai periode perubahan.

3. Masa remaja sebagai usia bermasalah.

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.

5. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena masalah penyesuaian diri dengan situasi dirinya yang baru, karena setiap perubahan membutuhkan penyesuaian diri.

6. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.


7. Ciri-ciri kejiwaan remaja, tidak stabil, keadaan emosinya goncang, mudah condong kepada ekstrim, sering terdorong, bersemangat, peka, mudah tersinggung, dan perhatiannya terpusat pada dirinya.

Cara Menanggapi Ciri – Ciri Remaja



Ciri-ciri fisik dan Cara menanggapi
            Pertumbuhan badan remaja sangat cepat. Sistem koordinasi tubuh mereka menjadi kurang seimbang akibat pertumbuhan yang cepat itu. Mereka mengalami masa-masa energetik dan lelah silih berganti.
            Bersabarlah dengan kecanggungan mereka. Jangan membuat kegiatan-kegiatan terlalu kompetitif atau terlalu menegangkan. Jangan salah mengerti kelelahan mereka dan menyamakannya dengan kemalasan.

Ciri-ciri mental dan Cara menanggapi
            Mereka manyukai petualangan dan penemuan YralItal baru, dan mereka mempunyai imajinasi yang aktif. Mereka senang humor. Mereka mampu berpikir serius, dan memiliki kesanggupan untuk berpikir abstrak maupun kongkret sekaligus. Tetapi pengetahuan mereka berkembang lebih cepat daripada pengalaman.
            Tanggapi ciri-ciri ini secara positif. Bantulah mereka memakai imajinasinya untuk membuat Alkitab lebih hidup. Tertawa bersama mereka. Gunakan•humor. Bimbinglah mereka agar dapat memikirkan sendiri masalah-masalahnya. Arahkan mereka kepada Alkitab untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sulit.


Ciri-ciri sosial dan Cara menanggapi
            Mereka ingin menjadi dewasa dan tidak tergantung pada orang dewasa. Namun dalam banyak hal mereka masih bertindak seperti kanak-kanak. Mereka ingin dianggap "termasuk" atau "milik" gang-nya dan punya rasa setia kawan yang besar terhadap teman-teman sebayanya. Mereka malu-malu dan sangat peka akan keadaan dirinya.
            Jangan memanggil mereka "anak-anak". Beri mereka tanggung jawab, tetapi jangan kecewa kalau mereka bertindak kurang bertanggung jawab. Hormatilah kesetiakawanan mereka. Doronglah mereka supaya memilih teman-teman yang baik. Arahkan kesetiakawanan mereka kepada Tuhan. Jangan mengejek mereka, apalagi melontarkan sindiran tajam. Tunjukkan kepada setiap remaja bahwa Anda mengasihi dan mempedulikan mereka


Ciri-ciri emosional dan Cara menanggapi
            Emosi mereka kuat sekali dan sering naik turun. Mereka sulit mengendalikan emosinya karena begitu banyak perubahan sedang terjadi di dalam tubuhnya. Mereka merasa tak seorang pun memahami mereka.
            Jangan timbulkan gangguan emosional pada mereka. Jangan membuat acara permainan yang gaduh, yang langsung diikuti oleh kebaktian serius; mereka tidak dapat menenangkan diri secepat itu. Sediakan waktu untuk mengenal mereka satu per satu secara pribadi.


Ciri-ciri rohani dan Cara menanggapi
            Mereka menginginkan agama yang praktis. Mereka punya banyak keraguan mengenai agama. Mereka mencari keteladanan.
            Tunjukkan selalu bahwa kebenaran-kebenaran Al-Quran itu relevan untuk situasi kehidupan mereka. Terimalah keraguan ini sebagai bagian dari proses pertumbuhan. Sambutlah sifat itu sebagai pertanda bahwa para remaja ini sedang menjadikan imannya sebagai iman mereka sendiri, bukan iman yang diwarisi dari orang tua. Arahkan keinginan ini kepada Allah dan teladan yang la berikan kepada kita di dalam Al-Quran.

Masalah – Masalah pada Masa Remaja






Problema berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik.


Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.


Problema berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa.
Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Begitu juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing.
Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.
Problema berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan.
Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis.
Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khususdengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.

Problema berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional.


Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya.
Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.

Kenakalan Remaja


Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
 
Penyebab terjadinya kenakalan remaja
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
  1. Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
  2. Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
  1. Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
  2. Teman sebaya yang kurang baik
  3. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Jenis – Jenis Kenakalan Remaja :

1.          Seks Bebas


Seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi. Secara sosio-psikologis, akses informasi tentang seks bagi remaja sekarang lebih gampang didapatkan. Berita, gambar, video, peristiwa, cerita semuanya tersaji tanpa bisa disembunyikan. Masyarakat sendiri hidup dalam dua dunia kealiman dan kemunafikan. Kealiman dibuktikan dengan himbauan dan larangan melakukan hubungan seks sebelum pernikahan. Namun, semua sarana yang mendorong seks dilakukan oleh remaja tersedia tanpa batasan.
Berbicara tentang seks, jika di kota besar seks dilakukan remaja di kost-kostan, motel, penginapan, kendaraan, di desa-desa dan kampong dilakukan di kebun dan hutan. Tak ada perbedaan sejak zaman dulu dan sekarang soal remaja dan seks selalu sama pada setiap zaman.

Faktor yang mempengaruhi seks bebas :
1.      Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
2.      Semakin terbukanya peluang pergaulan bebas; setara dengan kuantitas pengetahuan sosial dan kelompok pertemanan
3.      Kekosongan aktivitas-aktivitas fisik dan rasio dalam kehidupansehari-hari
4.      Sensitifitas penyerapan dan penghayatan terhadap struktur pergaulan dan seks bebas relatif tinggi
5.      Rendahnya konsistensi pewarisan contoh perilaku tokoh-tokoh masyarakat dan    lembaga-lembaga sosial yang berwenang
6.      Rendahnya keperdulian dan kontrol sosial masyarakat
7.      Adanya kemudahan dalam mengantisipasi resiko kehamilan
8.      Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan dan resiko penyakit berbahaya
9.      Sikap perilaku dan busana yang mengundang desakan seks
10.   Kesepian, berpisah dengan pasangan terlalu lama, atau karena keinginan untuk menikmati sensasi seks di luar rutinitas rumah tangga
11.   Tersedianya lokalisasi atau legalitas pekerja seks


Bahaya Seks Bebas
1.      SIFILIS
2.      GONORE
3.      HERPES GENITALIS
4.      HIV/AIDS


2.          Rokok


Alasan Remaja Menyukai Rokok :
·              Pergaulan
Inilah Faktor yang sangat berpengaruh dan paling vital. Banyak sekali remaja smp maupun sma yang mulai merokok ketika diajak oleh teman-temannya untuk merokok dan pergaulan remaja jaman sekarang pasti tidak bisa dikontrol oleh orang tua dan kita sebagai remaja yang sedang mencari jati diri kita jangan sampai kita terbawa oleh pergaulan yang negatif.

·              Bisa ngilangin stress
Alasan yang tidak masuk akal menurut para remaja adalah, menghisap rokok bisa menghilangkan stress yang ada didalam pikiran.

·              Iklan
Iklan adalah media promosi yang paling efektif untuk mencari konsumen dan banyak sekali para remaja yang mulai merokok dikarenakan iklan.

Bahaya Merokok :


·              Perokok mempunyai fungsi paru-paru yang lebih rendah dibandingkan mereka yang bukan perokok
·              Merokok mengurangi pertumbuham paru-paru
·              Penyakit jantung dan struk dapat terjadi pada remaja yang merokok
·              Merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh para remaja
·              Secara rata-rata, orang yang merokok 1 bungkus atau lebih setiap harinya berkurang hidupnya selam 7 tahun dibandingkan orang yang tidak merokok
·              Merokok sejak usia dini akan meningkatkan resiko untuk terkena kanker paru-paru.

3.          Narkoba


NARKOBA atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA, yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut. Peran orang tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan terhadap NAPZA.
Narkotika menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika, yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

PENYEBABNYA SANGATLAH KOMPLEKS AKIBAT INTERAKSI BERBAGAI FAKTOR
1. Faktor individual
Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja sedang mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat. Ciri-ciri remaja yang mempunyai resiko lebih besar menggunakan NAPZA, seperti kurang percaya diri, mudah kecewa, agresif, murung, pemalu, pendiam dan sebagainya.

2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan kurang baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat, seperti komunikasi orang tua dan anak kurang baik, orang tua yang bercerai, kawin lagi, orang tua terlampau sibuk, acuh, orang tua otoriter dan sebagainya.
Faktor-faktor tersebut di atas memang tidak selalu membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi, makin banyak faktor-faktor di atas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.

GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA


1. Perubahan Fisik
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif. Bila terjadi kelebihan dosis (Overdosis) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal. Saat sedang ketagihan (Sakau) : mata merah, hidung berair, menguap terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan.

2. Perubahan sikap dan perilaku
Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab. Pola tidur berubah, bergadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas atau tempat kerja. Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin. Sering mengurung diri, berlama-lama di kamar mandi, menghidar bertemu dengan anggota keluarga yang lain.
Sering mendapat telpon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh anggota keluarga yang lain. Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan, tapi tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan polisi. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan, pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.

UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NAPZA 


Upaya pencegahan meliputi 3 hal : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan NAPZA dan melakukan intervensi. Upaya ini terutama dilakukan untuk mengenali remaja yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan NAPZA, setelah itu melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
Komunikasi dua arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati pendapat anak. Memperkuat kehidupan beragama. Yang diutamakan bukan hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua memahami masalah penyalahgunaan NAPZA agar dapat berdiskusi dengan anak.


4.          Tawuran


Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.

DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR


Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar.
1.      Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
2.      Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.
3.      Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah.
4.      Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.

PANDANGAN UMUM TERHADAP PENYEBAB PERKELAHIAN PELAJAR


Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

TINJAUAN PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1. Faktor internal.
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya.
Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.

2. Faktor keluarga.
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.

3. Faktor sekolah.
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.

4. Faktor lingkungan.
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

Hal-hal yang bisa dilakukan/ cara mengatasi kenakalan remaja:

  1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
  2. Perlunya pembelajaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti pendidikan ibadah, pembinaan akhlak dan rutinitas ibadah.
  3. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
  4. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
  5. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
  6. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
  7. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Contohnya: kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut. Namun dalam masalah ibadah, tentu saja perlu ada pemaksaan.
  8. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone, jejaring sosial dll.